Piramida Indonesia Gunung Padang
Mitos Punden Gunung Padang
Mitos yang melekat pada Situs Gunung Padang merujuk pada sejarah tempat singgah Prabu Siliwangi dalam melakukan suatu tirakat Tapa Brata untuk mendapatkan petunjuk dari Sang Pencipta Alam Semesta. Masyarakat setempat mempercayai mitos ini atas bukti adanya lekukan pada batu yang menyerupai senjata Kujang dan dan tapak kaki harimau.
Masyarakat juga meyakini mitos tersebut berdasarkan cerita yang berlangsung secara turun-temurun. Selain itu, para pengunjung seringkali melakukan ritual semedi di teras kelima yang konon dijaga oleh oleh seekor harimau. Meski begitu, mitos yang berkembang di masyarakat memang tidak terlihat oleh kasat mata, tetapi dapat dirasakan manfaatnya oleh wisatawan sebagai daya tarik untuk berkunjung ke Situs Gunung Padang. (Nona Amalia)
Controversial findings at Gunung Padang — a massive Indonesian pyramid sitting on top of an ancient volcano — could flip everything we thought we knew about prehistory on its head. If the findings are true, Gunung Padang shows that Ice Age humans possessed advanced technology, unlike anything we could have imagined.
Nevertheless, mainstream archeologists are skeptical of these conclusions, and many have tried to discredit the geologist at the center of them. That geologist is Caltech researcher Danny Hilman Natawidjaja, who has devoted much of his life to an in-depth geo-archeological survey of this incredible site.
In this article, we explore the archeological wonder of Gunung Padang and why Natawidjaja believes it’s proof of a sophisticated civilization that flourished up to 27,000 years ago.
Bagaimana bentuk piramida Gunung Padang?
Situs Gunung Padang, kata Danny Hilman, bukanlah bukit alami melainkan konstruksi berbentuk piramida berlapis.
Lapisan pertama yakni yang paling atas – yang dipenuhi tanah, tumbuh-tumbuhan, berusia 1.000 2.000 tahun sebelum Masehi.
Lapisan kedua yang terdiri dari tumpukan pecahan batuan kolom dengan panjang hingga 1 meter, berusia 5.000 - 6.000 tahun sebelum Masehi.
Lapisan ketiga atau yang tertua berusia 16.000 - 27.000 tahun sebelum Masehi.
Sumber gambar, Archaeological Prospection/Natawidjaja
"Di lapisan tiga ini terdiri dari batuan yang lapuk, tanah liat hingga butiran kerikil dan batuan vulkanik yang tidak teridentifikasi. Ada juga batuan yang mengandung batuan kolom yang sangat lapuk berbentuk pilar vertikal."
Danny Hilman berkata, usia yang begitu lama pada lapisan terakhir memunculkan dugaan bahwa saat bangunan itu dibuat kemungkinan terjadi bencana yang berkaitan dengan banjir besar – atau kepunahan massal.
Setelah bencana, sambungnya, lapisan kedua dibangun dengan menimbun terlebih dahulu konstruksi pertama.
Di inti piramida, tim peneliti menemukan apa yang mereka gambarkan sebagai struktur batu lava yang "dipahat dengan cermat" dan "masif" yang terbuat dari andesit – sejenis batuan beku berbutir halus.
Sumber gambar, Archaeological Prospection/Natawidjaja
Merujuk pada konstruksi dan pahatan bebatuan, tim peneliti meyakini situs ini sudah ada sejak Zaman Es periode terakhir.
"Temuan ini menantang keyakinan konvensional bahwa peradaban manusia dan pengembangan teknik konstruksi canggih muncul selama periode awal Holosen atau awal Neolitikum."
"Pembuat lapisan ketiga dan kedua di Gunung Padang pasti memiliki kemampuan tukang batu yang luar biasa – yang tidak sejalan dengan budaya pemburu dan peramu tradisional."
Ahli geologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia (BRIN) ini mengatakan temuan tersebut punya arti luar biasa untuk sejarah Indonesia.
Kalau selama ini pengetahuan peradaban Indonesia dimulai dari Kerajaan Kutai pada abad ke-4 Masehi, maka sesungguhnya peradaban sudah ada sebelum itu.
"Secara umum Indonesia seperti terbelakang, seperti anak bawang dibanding dengan India atau China yang sejarahnya lebih tua," ucap Danny Hilman.
Sumber gambar, Fairfax/Getty Images
Itu mengapa dia dan tim peneliti berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap rahasia tersembunyi sekaligus peradaban kuno di situs misterius tersebut.
Sebab meskipun situs ini sudah terkubur sekitar 9.000 tahun yang lalu, tapi orang-orang dari berbagai daerah kerap mendatangi lokasinya.
Seperti apa penelitian Gunung Padang?
Temuan terbaru dari penelitian yang dilakukan Danny Hilman Natawidjaja dan sejumlah ahli sebetulnya menguatkan kesimpulannya yang terdahulu bahwa Gunung Padang yang terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, berpotensi menjadi piramida tertua di dunia.
Bahkan situs tersebut kemungkinan berusia 10.000 tahun lebih tua dari Piramida Giza di Mesir dan Stonehenge yang terkenal di Inggris.
Dalam jurnal ilmiah Archaeological Prospection yang baru-baru ini terbit, tertulis bahwa dia beserta tim sudah melakukan survei terpadu di Gunung Padang selama tiga tahun, sejak November 2011 hingga Oktober 2014.
Survei-survei itu di antaranya dengan melakukan pemetaan lanskap dan permukaan situs, pengeboran inti, pembuatan parit, dan teknik geofisika terpadu yang melibatkan metode Tomografi Resistivitas Listrik (ERT) dua dimensi serta tiga dimensi, juga Radar Tembus Tanah (GPR).
Kemudian operasi penggalian dimulai pada pertengahan tahun 2012 dengan sebagian besar pekerjaan dilakukan pada Agustus hingga September 2014.
Sumber gambar, Fairfax/Getty Images
Untuk 'parit' yang digali, ukurannya bervariasi antara 1,2 meter sampai 3,9 meter dari permukaan dan kedalamannya mencapai antara 2 dan 4 meter.
"Penggalian parit dilakukan secara manual dengan menggunakan berbagai alat, antara lain sekop dan cangkul," tulis Danny Hilman.
Sementara kegiatan pengeboran inti situs dilakukan untuk mengeksplorasi lapisan batuan yang lebih dalam.
"Untuk aktivitas ini kami menggunakan peralatan pengeboran Jacro 100 yang dilengkapi dengan mata bor berlian NQ berukuran diameter 2 inci dan inti barel 5 kaki."
Batuan dari inti situs tersebut, sambungnya, diteliti dengan analisis petrologi dan petrografi agar diketahui komposisi dan karakteristiknya.
Adapun sampel tanah organik diekstraksi secara hati-hati yang kemudian digunakan untuk analisis penanggalan karbon.
"Intinya ingin menentukan umur Gunung Padang, karena tanah itu mengandung unsur organik yang bisa ditentukan unsur karbonnya yang berasosiasi dengan umur bangunan," ujar Danny Hilman kepada BBC News Indonesia, Rabu (08/11).
What Is the Truth About Gunung Padang?
Natawidjaja stressed that his team’s research and surveys were multidisciplinary (not simply volcanological), and while volcanic intrusion was indeed present, there’s more to the story.
“Our comprehensive study, which includes geological, archaeological, and geophysical surveys, indeed confirmed the existence of the underground 'volcanic intrusion' […] aligning with Sutikno’s observations," Natawidjaja says. "However, our findings also present compelling evidence that challenges the perception of Gunung Padang as simply the neck of a nearby volcano.”
As for the carbon-dated cement mentioned by Sutikno, Natawidjaja also had other thoughts.
“Our research conclusively demonstrates that it is indeed a mortar, not a byproduct of natural weathering. Our team of experienced geologists has meticulously examined and analyzed the samples, leaving no room for doubt regarding their origin,” says Natawidjaja.
Ditemukan oleh Peneliti Belanda
Dalam bukunya yang berjudul "Situs Gunung Padang: Kebudayaan, Manusia, dan Lingkungan", Dr Yondri mengatakan bahwa situs Gunung Padang termasuk kelompok situs prasejarah yang ditemukan kembali.
Dr Yondri menyebutkan, catatan tentang bentuk Gunung Padang telah dilakukan oleh Verbeek pada tahun 1891 dan Krom pada tahun 1914.
Meski terpisah waktu sekitar 23 tahun, tapi tidak banyak perbedaan catatan tentang bentuk situs Gunung Padang. Keduanya mencatat bahwa situs Gunung Padang merupakan tinggalan punden berundak yang terdiri dari empat teras.
"Pendeskripsian tentang bentuk situs Gunung Padang kemudian diteliti kembali dan menghasilkan laporan pada tahun 1984, 1985, 1986, 2012, 2014, baik yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, maupun oleh Balai Arkeologi Bandung tahun 1996/1997, 2002, 2003, 2014, dan 2015," tulis Dr Yondri.
Analisis bentuk situs Gunung Padang dilakukan berdasarkan hasil kajian kepustakaan, rekaman situs menggunakan 3D laser Scanning (fotogrametri), dan penggambaran struktur situs melalui pemetaan menggunakan pesawat Theodolit, dan hasil penggambaran situs secara manual.
Perekaman tentang bentuk situs megalitik Gunung Padang berdasarkan hasil penelusuran sumber kepustakaan sudah dimulai sejak era pemerintahan kolonial Belanda.
"Berdasarkan hasil pengamatan terhadap material yang digunakan, secara umum situs Gunung Padang terbuat dari susunan bongkahan batu andesit berbentuk balok prismatik atau sering juga disebut dengan istilah batu kolom (columnar stones)," jelas arkeolog lulusan S3 Universitas Padjadjaran tersebut.
Berdasarkan keletakan bagian-bagian dari strukturnya, bagian pertama yang terletak paling rendah adalah struktur yang disebut sebagai sumur.
Struktur sumur merupakan bentuk susunan bongkahan batu kolom andesit yang dibuat melingkungi sumber air (mata air).
Bagian kedua dari struktur situs Gunung Padang disebut tangga utama. Tangga utama adalah bagian yang menghubungkan antara sumur dengan teras pertama atau teras I.
Bagian ketiga disebut teras. Situs Gunung Padang terdiri dari lima teras, terletak dengan orientasi utara-selatan. Kelima teras situs Gunung Padang tersebut terletak bertingkat-tingkat.
Is Gunung Padang the Oldest Pyramid in the World?
Elongated rock formations piled together at the megalithic site of Gunung Padang (Credit: Upen supendi/Shutterstock)
Since the 1980s, a number of in-depth surveys have been conducted at Gunung Padang, but researchers continue to disagree about its age. Some claim that the stone constructions date back to the first millennium A.D., and pottery fragments from the site were dated to 45 B.C.E to 22 C.E.
Another camp believes that Gunung Padang’s age is older. In 1982, B.M. Kim dated the site to 300 to 2000 B.C.E. But even these estimates are mild compared to the most shocking evaluation of them all — that the deepest layers of Gunung Padang are 16,000 years to 27,000 years old. That would make Gunung Padang the oldest pyramid in the world.
This theory — that Gunung Padang dates back to the Ice Age — is based on the work of geologist Danny Hilman Natawidjaja and his multidisciplinary team of scientists, archeologists, and volunteers. From 2011 to 2014, Natawidjaja and his associates conducted numerous field studies at Gunung Padang including ground penetrating radar, core drilling, and radiocarbon analysis.
With specific regard to the topmost layer of Gunung Padang, Natawidjaja says he agrees with the conclusions of B.M. Kim.
“The estimated age of 300 to 2,000 B.C.E. by B.M. Kim in 1982 aligns with our findings as it likely corresponds to the stone terraces,” says Natawidjaja. However, he notes that there’s another story to Gunung Padang when you examine the deeper layers of construction.
Read More: The Oldest Ancient Wonder Still Exists Today, 4,500 Years Later
When was Gunung Padang Discovered?
Gunung Padang, located in Cianjur, West Java, Indonesia(Credit: Ade Lukmanul Hakimmm/Shutterstock)
The modern story of Gunung Padang begins in the late 19th century when Dutch settlers first became aware of the mighty pyramid just four hours south of Jakarta close to the village of Karyamukti.
According to the writing of Dutch historian Rogier Verbeek in 1891, “on the mountain top Goenoeng Padang, near Goenoeng Melati, a succession of 4 terraces, connected by steps of rough stone, paved with rough flat stones and decorated with numerous sharp and columnar upright andesite stones. On each terrace, a small mound, probably a grave, surrounded and covered with stones and topped with 2 pointed stones. In 1890, visited by Mr. De Corte.”
Of course, long before the Dutch East India Company brought slavery and colonialism to West Java, local inhabitants knew about Gunung Padang and its man-made stone terraces. Revering it as ‘The Mountain of Enlightenment,’ locals still perform mystical ceremonies at the site, which features a freshwater spring at its base.
For nearly a century, mainstream archeologists ignored Gunung Padang. But in 1979, a group of nearby farmers brought more attention to the mountain. Soon, the site became the focus of Indonesian researchers and archeologists.
Temuan yang mengada-ada?
Arkeolog dari Jawa Barat Dr Lutfi Yondri tak sependapat dengan hasil penelitian Danny Hilman.
Beberapa literatur menunjukkan Gunung Padang yang terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, sebetulnya sudah diteliti dan ada dalam catatan yang dibuat oleh Verbeek pada tahun 1981 dan Krom pada 1914.
Deskripsi awal dari dua catatan itu menggambarkan Gunung Padang sebagai kuburan kuno di atas gundukan tanah.
Tetapi jejak kuburan itu tak ditemukan ketika dirinya melakukan penelitian yang dimuat dalam disertasi tahun 2016 silam.
Sumber gambar, Fairfax/Getty Images
Yondri menilai temuan bahwa Gunung Padang adalah piramida yang terkubur mengada-ada atau kesimpulan yang menduga-duga tanpa data yang sahih.
"Pertanyaannya kalau piramida dikubur dalam Gunung Padang apakah pernah ada di Nusantara orang mengubur piramida di dalam gunung?" ungkap Dr Lutfi Yondri kepada BBC News Indonesia.
"Kapan terjadinya orang mengubur piramida di dalam gunung?"
"Berapa banyak material yang dibutuhkan untuk menimbun gunung? Itu bisa dijawab tidak?"
Dia pun mempertanyakan sampel yang digunakan untuk penelitian tersebut.
Di dunia arkeologi, kata dia, "sampel budaya" harus memiliki beberapa syarat: harus berada di satu matrik atau struktur yang sama, harus satu keletakan, satu asosiasi atau kumpulan, dan harus punya konteks.
Kemudian merujuk pada hasil penelitian yang telah dilakukan para ahli.
Untuk konteks, dia menilai Indonesia tidak mempunyai kaitan budaya membuat piramida.
"Pernahkah Indonesia punya budaya piramida? Jangan diada-adain, yang ada di Nusantara punya punden berundak," tegasnya.
Punden berundak adalah susunan batu berbentuk meja yang digunakan untuk upacara pemujaan kepada leluhur.
Dan punden berundak Gunung Padang difungsikan untuk ritual tersebut, sambungnya.
"Jadi semua sampel itu harus diverifikasi, tidak bisa hanya prediksi atau persepsi. Persepsi pun harus didasarkan pada data-data sinkronik dan diakronik serta melihat lagi dalam lintasan budayanya."
Arkeolog: Gunung Padang Piramida Tertua di dunia, Dibangun 25 Ribu Tahun Lalu Bukan Oleh Manusia
TRIBUNNEWS.COM - Laman situs Indy100 dalam ulasan yang ditulis reporternya, Liam O'Dell menyoroti sebuah penelitian di situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat dengan klaim spektakuler.
Penelitian itu, dilaporkan menyebut kalau Gunung Padang adalah sebuah piramida tertua di dunia, bahkan lebih tua dari piramida di Mesir.
Hal lain, piramida ini dibangun 25.000 sebelum masehi dan diduga dibuat bukan oleh manusia.
"Berbeda dari Guinness World Records yang secara resmi mencantumkan piramida Djoser Step di Mesir sebagai piramida tertua di dunia (sekitar 2.630 SM), satu makalah yang diterbitkan pada bulan Oktober mengklaim lapisan piramida Gunung Padang di Indonesia dibangun sejauh 25.000 SM – meskipun sejak itu ada keraguan apakah struktur itu adalah buatan manusia sama sekali," tulis ulasan itu di laman tersebut, dikutip Senin (11/11/2024).
Ulasan itu melaporkan kalau penelitian dipimpin oleh Danny Hilman Natawidjaja dari Institut Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan diterbitkan dalam jurnal Archaeological Prospection.
"Para akademisi menulis kalau “inti piramida terdiri dari lava andesit besar yang diukit dengan cermat” dan bahwa elemen “konstruksi tertua” dari piramida “kemungkinan berasal dari bukit lava alami sebelum dipahat dan kemudian diselimuti secara arsitektur”," papar ulasan tersebut merujuk pada makalah hasil penelitian .
Mereka menulis: “Studi ini menyoroti keterampilan batu maju yang berasal dari periode glasial terakhir. Temuan ini menantang keyakinan konvensional bahwa peradaban manusia dan pengembangan teknik konstruksi canggih hanya muncul ... dengan munculnya pertanian sekitar 11.000 tahun yang lalu.
“Bukti dari Gunung Padang dan situs lainnya, seperti Gobekli Tepe (di Turki), menunjukkan bahwa praktik konstruksi tingkat lanjut sudah ada ketika pertanian, mungkin, belum ditemukan.”
"Para akademisi juga mengklaim kalau para pembangun “pasti memiliki kemampuan tukang batu yang luar biasa”," kata ulasan tersebut.
Namun, seorang arkeolog Inggris telah menolak makalah itu, dengan mengatakan kalau dia “terkejut [makalah soal Gunung Padang] bisa diterbitkan”.
Arkeolog Inggris tersebut, Flint Dibble, dari Cardiff University, mengatakan kepada jurnal Nature kalau tidak ada bukti yang jelas yang menunjukkan lapisan yang terkubur dibangun oleh manusia.
Ia lebih condong menilai pada teori kalau struktur terbentuk secara alami.
“Bahan berguling menuruni bukit akan, rata-rata, berorientasi sendiri,” katanya, menambahkan bahwa tidak ada bukti “bekerja atau apa pun untuk menunjukkan bahwa itu buatan manusia”.
Sementara itu, Bill Farley, seorang arkeolog di Southern Connecticut State University, mengatakan "sampel tanah 27.000 tahun dari Gunung Padang, meskipun akurat secara tanggal, tidak membawa ciri khas aktivitas manusia, seperti arang atau fragmen tulang ".
Natawidja telah menanggapi kritik tersebut dengan mengatakan “kami benar-benar terbuka untuk para peneliti di seluruh dunia yang ingin datang ke Indonesia dan melakukan beberapa program penelitian tentang Gunung Padang”, sementara co-editor Prospeksi Arkeologi telah mengkonfirmasi penyelidikan telah diluncurkan ke dalam makalah ini.
Gunung Padang, sebuah bangunan megalitik kolosal yang terletak di lanskap subur Jawa Barat, Indonesia, mungkin merupakan piramida tertua di dunia. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa situs kuno ini mungkin lebih tua dari .Göbekli di Türkiye. Tepe Mesir dan bahkan lebih tua dari keajaiban batu piramida terkenal
Sebuah tim arkeolog, ahli geofisika, ahli geologi, dan ahli paleontologi yang berafiliasi dengan berbagai institusi di Indonesia telah menemukan bukti yang menunjukkan bahwa Gunung Padang adalah piramida tertua di dunia. Sebagaimana dikutif dari arkeonews.net (21/11/2023)
Kelompok ini menjelaskan studi multi-tahun mereka terhadap situs warisan budaya tersebut dalam artikel mereka yang diterbitkan di jurnal arkeologi interdisipliner Archaeological Prospection pada bulan Oktober.
Gunung Padang, juga dikenal sebagai “gunung pencerahan”, terletak di puncak gunung berapi yang sudah punah dan dianggap sebagai situs suci oleh penduduk setempat. Pada tahun 1998, Gunung Padang ditetapkan sebagai situs warisan budaya nasional.
Dipimpin oleh ahli geologi Danny Hilman Natawidjaja dan timnya di Badan Riset dan Inovasi Nasional, penelitian baru ini menunjukkan bahwa Gunung Padang berasal dari Zaman Es terakhir, sekitar 25.000 hingga 14.000 tahun yang lalu.
t kemungkinan besar “berasal dari bukit lava alami sebelum dipahat dan kemudian diselimuti secara arsitektural”, menurut tim tersebut. Hal ini membuat Gunung Padang setidaknya berusia 16.000 tahun.Gunung Padang terletak di puncak gunung berapi yang sudah punah dan dianggap sebagai situs suci oleh penduduk setempat
Lebih khusus lagi, para peneliti menemukan bukti dari beberapa upaya yang, jika digabungkan dari waktu ke waktu, akan menghasilkan struktur yang lengkap. Yang pertama adalah pahatan lava, di mana para pembangun mengukir bentuk-bentuk di puncak gunung berapi kecil yang mati. Kelompok lain menambahkan lapisan batu bata dan kolom batu beberapa ribu tahun kemudian, antara tahun 7900 dan 6100 SM. Kelompok lain kemudian menambahkan lapisan tanah pada bagian bukit, menutupi sebagian pekerjaan sebelumnya. Kemudian, antara tahun 2000 dan 1100 SM, kelompok lain menambahkan tambahan tanah lapisan atas, terasering batu, dan elemen lainnya.
Studi ini menantang keyakinan konvensional dengan menyoroti kemampuan batu canggih yang ditunjukkan oleh para pembangun Gunung Padang. Bertentangan dengan ekspektasi yang didasarkan pada budaya pemburu-pengumpul tradisional, penelitian ini mengungkapkan adanya praktik konstruksi maju selama periode glasial terakhir.
(a) Pemandangan Gunung Padang dari udara diambil dari helikopter. (b) Topografi dan peta lokasi dihasilkan dari survei geodesi terperinci. (c) Peta Geologi wilayah Gunung Padang (Sudjatmiko, 1972). (d) Peta ortofoto yang diperoleh dari survei drone yang dilakukan pada tahun 2014, menunjukkan lokasi lokasi penggalian parit (persegi panjang putih) dan lokasi pengeboran inti (titik merah). T1, Teras 1; T2, Teras 2; T3, Teras 3; T4, Teras 4; T5, Teras 5. Kredit: Prospeksi Arkeologi (2023). DOI: 10.1002/arp.1912
Tim peneliti melakukan studi ilmiah jangka panjang terhadap struktur studi baru ini. Mereka mempelajari struktur tersebut menggunakan tomografi seismik, tomografi resistivitas listrik, dan radar penembus tanah dari tahun 2011 hingga 2015. Mereka juga mengebor ke dalam bukit dan mengumpulkan sampel inti, yang memungkinkan mereka menggunakan teknik penanggalan radiokarbon untuk menentukan usia lapisan bukit tersebut. .
Tim peneliti juga menemukan beberapa bukti yang menunjukkan mungkin ada beberapa bagian berlubang di dalam struktur, yang menunjukkan kemungkinan adanya ruang tersembunyi. Mereka berencana menelusurinya dan kemudian menurunkan kamera untuk melihat apa yang mungkin ada di area tersebut.
“Gunung Padang berdiri sebagai sebuah bukti yang luar biasa, berpotensi menjadi piramida tertua di dunia,” kata para peneliti dalam makalah tersebut.
Warta Kaltim @2024-Jul
Megalithic site in West Java, Indonesia
Gunung Padang is an archaeological site located in Karyamukti, West Java, Indonesia, 50 kilometres (31 mi) southwest of Cianjur. Located at 885 metres (2,904 ft) above sea level, the site covers a hill—an extinct volcano—in a series of five terraces bordered by retaining walls of stone that are accessed by 370 successive andesite steps rising about 95 metres (312 ft). It is covered with massive hexagonal stone columns of volcanic origin.[1] The Sundanese people consider the site sacred and believe it was the result of King Siliwangi's attempt to build a palace in one night.[2]
Gunung Padang consists of a series of five artificial terraces, one rectangular and four trapezoidal, that occur, one through five, at successively higher elevations. These terraces also become successively smaller with elevation, with the first terrace as the lowest and largest and the fifth terrace as the highest and smallest. These terraces lie along a central, longitudinal NW–SE axis. They are artificial platforms created by lowering high spots and filling in low spots with fill until a flat surface was achieved. The terrace perimeters consist of retaining walls formed by volcanic polygonal columns stacked horizontally and built vertically as posts. The terrace complex is accessed by a central stairway with 370 steps, an inclination of 45 degrees, and a length of 110 m (360 ft).[2][3]
Dutch historian Rogier Verbeek mentioned the existence of the Gunung Padang site in his book Oudheden van Java: lijst der voornaamste overblijfselen uit den Hindoetijd op Java, based on a visit and report by M. De Corte in 1890[4]
Goenoeng Padang : Op den bergtop Goenoeng Padang, nabij Goenoeng Melati, eene opeenvolging van 4 terrassen, door trappen van ruwe steenen verbonden, met ruwe platte steenen bevloerd en met talrijke scherpe en zuilvormige rechtopstaande andesietsteenen versierd. Op ieder terrasse een heuveltje, waarschijnlijk een graf, met steenen omzet en bedekt, en van boven met 2 spitse steenen voorzien. In 1890, door den heer De Corte bezocht.
Goenoeng Padang : On the mountain top Goenoeng Padang, near Goenoeng Melati, a succession of 4 terraces, connected by steps of rough stone, paved with rough flat stones and decorated with numerous sharp and columnar upright andesite stones. On each terrace a small mound, probably a grave, surrounded and covered with stones and topped with 2 pointed stones. In 1890, visited by Mr. De Corte.
—Rogier Verbeek, Oudheden van Java,1891.
The notes on the Gunung Padang site in Verbeek's book are similar to those made by Dutch archaeologist Nicolaas Johannes Krom in the 1914 "Rapporten van de Oudheidkundige Dienst" ("Report of the Department of Antiquities").[5]
After 1914, the site was largely forgotten until 1979, when a group of local farmers rediscovered Gunung Padang. This discovery quickly attracted the attention of the Bandung Institute of Archaeology, the Directorate of Antiquities, PUSPAN (now the Center for Archaeological Research and Development), the local government, and various community groups.[2] Throughout the 1980s, these organizations conducted joint archaeological research and restoration work at Gunung Padang. In 1998, the Indonesian Ministry of Education and Culture declared it a heritage site of local interest.[2] At the end of June 2014, the ministry declared Gunung Padang a National Site Area, covering a total of 29 hectares (72 acres).[6]
On 1 October 2014, surveyors halted excavation activities temporarily, hoping to begin them again under the new government.[7] The 2014 excavation has been criticized for being improperly conducted.[8]
Archaeologist Lutfi Yondri from the bureau of archaeology in Bandung has estimated that the structures at Gunung Padang may have been built sometime between the 2nd and 5th centuries CE, thus in the Indonesian late prehistoric period, whereas Harry Truman Simanjuntak has suggested a later date in historical times, between the 6th and 8th centuries CE.[9] Pottery fragments found at the site were dated by the bureau of archaeology in the range 45 BCE–22 CE.[10]
The Gunung Padang Controversy: A Clash of History and Science
If true, the findings at Gunung Padang change everything we thought we knew about the technological capabilities of humans in prehistoric times. Allegedly, this is when humans were only capable of building small, temporary shelters out of wood, bone, and animal hides — not megalithic stone structures or stepped pyramids on the scale of Giza in Egypt.
But this is what we find at Gunung Padang, where thousands of large stone slabs were transported from another region and expertly arranged in a grand work of masonry that appears to be six times older than the Pyramid of Giza, and that’s why the site is controversial.
Read More: Everything Worth Knowing About the Giza Pyramids
Gunung Padang 'berpotensi menjadi piramida tertua di dunia' - Bagaimana bentuk dan fungsinya?
Sumber gambar, Fairfax/Getty
Peneliti Danny Hilman Natawidjaja menyebut hasil penelitian terbarunya soal Gunung Padang bakal mengubah sejarah bahwa peradaban di Indonesia sudah berkembang sebelum abad ke-4 Masehi. Sebab, menurut hasil penelitian Danny, Gunung Padang berpotensi menjadi piramida tertua di dunia.
Itu mengapa dia berharap dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap rahasia tersembunyi sekaligus peradaban kuno di situs misterius tersebut.
Akan tetapi, arkeolog dari Jawa Barat, Dr Lutfi Yondri, menyebut kesimpulan itu mengada-ada karena hasil verifikasinya dan kajian literatur yang ada menyebutkan piramida tidak ada dalam lintasan budaya di Indonesia.